Thursday 13 November 2014

Puasa Dan Ramadhan : Di Sudut Rohani

Hikmah Puasa

Ada sebuah hadit yang sangat popular yang sering kita dengar dalam setiap ceramah Ramadhan:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi -yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya-)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
اِذَا أَصْبَحَ اَحَدُكُمْ يَومًا صَائِمًا فَلايَرْفُثْ وَلايَجْهَلْ
فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ إِبْنِى صَائِمٌ إِنِّى صَائِمٌ

Dari  Abu Hurairah ra katanya, Rasulullah saw bersabda "Apabila seseorang kamu berpuasa sejak pagi pada suatu hari, janganlah ia bercakap kotor dan jangan membuat kesalahan. Kalau ada orang yang  memakinya atau hendak membunuhnya hendaklah dia mengucapkan "Sesungguhnya saya orang puasa, sesungguhnya saya orang puasa!" (Hadis riwayat Imam Muslim).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)

Dari penjelasan hadis diatas, sudah dapat dipastikan bahwa Allah tidak menerima puasanya orang yang sekedar menahan rasa lapar dan haus dan Allah tidak menerima puasanya orang yang masih berkata keji dan dusta.

Kalau kita perhatikan, di samping perlakuan syari'at secara fisik, Allah sangat mengutamakan syari'at rohani kerana rohani merupakan kenyataan diri yang sejati, sehigga kita diwajibkan untuk berkata jujur, berhati bersih, jernih, dan tidak memperturutkan hawa nafsu yang selalu berkecenderungan kedalam nista.

Saya akan mengajak kamu untuk mengikuti rangkaian perjalanan rohani yang berpuasa!

Mula-mula kamu diperintahkan untuk meninggalkan makan, minum, bersetubuh (jimak). Selanjutnya dilarang berkata dusta, dengki dan perbuatan yang palsu. Setelah kamu lakukan peredaman terhadap aktiviti gejolak fisik, selama satu bulan penuh. Apa yang anda rasakan, adalah redamnya gejolak (nafsu) yang kemudian mengakibatkan loncatan kesedaran dari kesedaraan fisik berubah menjadi kesadarah jiwa sejati, atau secara umum dikatakan kembali kepada fitrah ('Aidul fitri).

Adakah pengalaman yang serupa dengan puasa? Ialah saat anda menjelang tidur, dimana aktiviti zahir sudah mulai mereda. Saat farji sudah tidak lagi bernafsu terhadap wanita, saat mulut sudah tidak ingin makan dan bicara, saat telinga tidak ingin mendengarkan sesuatu, saat fikiran istirahat merekam aktiviti. Dan saat itulah roh kamu lepas, memasuki kesedaran di alam mimpi. Kamu tidak akan bisa memasuki alam ini jika tidak melalui proses peredaman fisik (hampa aktiviti zahir). Begitu juga hal nya dengan puasa, yang diawali dengan peredaman-peredaman emosional yang bergejolak selama satu bulan lamanya.

Jika kamu mengerti tujuan puasa adalah kembali kepada kesadaran sejati (aku), maka anda kamu memasuki kesedaran baru yaitu kesedaran roh suci seperti bayi. Itulah kesejatian, itulah "aku" yang hakiki yang tidak pernah bohong, yang selalu mengikuti kehendak-kehendak Ilahi, "....katakan, roh adalah urusan Tuhanku...". (Surah Al Isra' ayat 85).

"...Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama fitrah Allah yang telah menciptakan menurut fitrah itu.." (Surah Ar Rum ayat 30)

Kalau kamu menyadari sebagai roh yang suci (fitrah), maka perilaku kamu akan sesuai dengan fitrah Allah, yaitu baik yang ditulis dalam Alqur'an maupun yang berupa sunnatullah (kauniyah). Inilah tujuan puasa! Iaitu kembali kepada fitrah sejati.

Sedari bahwa diri kamu yang sejati (roh) tidak pernah tidur, tidak pernah makan, tidak mati sehingga Tuhan perlu menyedarkan kita dengan jalan berpuasa di bulan Ramadhan. Seolah-olah Dia berkata jadilah dirimu yang sejati (fitrah) karena dirimu yang sejati adalah roh yang dihembuskan dari Rabb-Nya yang terjaga kesuciannya. "Sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya" (Surat Asy syams ayat 7-9)

Setelah kamu terbebas (bersih) dari pengaruh fisik suasana menjadi sangat hening dan damai, yang lebih dominan sekarang adalah kata hati yang suci yang selama ini tenggelam sehingga dikatakan dia sebagai suara hati yang kecil. Sebutan suara hati kecil itu sebenarnya adalah sejati diri kita, yang sering berlawanan dengan keinginan nafsu, dan nafsulah yang banyak mengendalikan gerakan tubuh kita selama ini. Untuk itulah Allah menggembleng jiwa kita untuk memunculkan rasa jati yang selalu mengajak kepada kebaikan. Jika hal ini berhasil, perilaku kamu secara automatik (dengan izin-Nya) menjadi baik tanpa direkayasa (dilakonkan) oleh pikiran dan keinginan. Karakter itu mengalir tanpa ada usaha kita.

Inilah Lailatul qadar, yang ditunggu-tunggu seluruh ummat.

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alqur'an) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar". (Surah Al Qadr)

'Aidul fitri, adalah terbebasnya diri sejati dari pengaruh syawat, sehingga dirayakan menjadi hari kemenangan. Akan tetapi kadang kita menjadi salah kaprah terhadap peristiwa kemenangan jiwa dalam kebebasan dari pengaruh syahwat, yaitu berpesta pora kembali memenuhi keinginan syahwat. Namun jika kamu betul-betul telah kembali suci maka akan tampak dalam diri anda perubahan yang sangat luar biasa. Kamu menjadi sangat baik, ikhlas dalam segala hal, menerima segala keputusan Allah dan terasa kesejukan iman mengalir dalam aliran darah. Hal ini kamu boleh cuba pada kesempatan Ramadhan, sehingga tulisan saya bukanlah sebuah cerita dongeng yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, namun kamu benar-benar akan boleh merasakan secara langsung, tanpa rekayasa!!

Sungguh dahsyat getaran iman itu sampai terbit fajar, kamu tidak akan kuasa merasakan getaran taqwa yang turun dari Allah menyinari hati yang dibawa oleh para malaikat yang suci, kamu benar-benar berubah, roh kamu rela terhadap Tuhan serela-relanya.

Al Qadr (Kemuliaan).

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan". Ayat 1.

Pada zahinya malam “Laylat al Qadr” seperti mana yg telah diterangkan Nabi SAW hanya Allah yg bakal memilih bagi siapa malam ini untuk dianugerahkanNya.

Mengikut tafsiran tasawwuf, malam yang disimbolikkan dengan hati. Hati yg telah suci dan hanya memandang pada fe'el kelakuan roh yg menerima atas izin-Nya sifat Ma'ani yg tujuh kerana kesucian hati ini maka pada setiap pertembungan iaitu hawa nafsu dan bisik syaitan menentang bisikan rasul dan ayat-ayat Allah, maka pada pertembungan ini hati yg suci ini akan diturunkan seruan rasul (hadis-hadis) dan ayat-ayat Allah dan kemudiannya hati yg suci ini pasti akan patuh dan memenangkan rasul dan Allah.

Kemudian Allah terangkan pada kita apakah yg dimaksudkan dengan hati yg mulia dan suci ini dengan petanyaan ini :

"Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?". Ayat 2.

"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan!". Ayat 3.

Bayangkan pada malam bulan yg penuh, bagaimana terangnya, inikan pula malam yg diterangkan dengan seribu bulan. Hati yg terang dan tidak lagi terhijab pandangan zahir dan batin pada kelakuan roh yg menerima sifat Ma'ani (qudrah, iradah, 'ilmu, hayyah, sama', basor dan kalam) tersebut. Kata orang-orang sufi, tidak terdinding pandangan yang zahir dengan yang batin dan tidak pula terdinding pandangan yg batin dengan yg zahir.

Pandangan ini bersatu pada setiap kejadian yg tajalli pada makhluk. Apa dia? Iitulah sifat-sifat ma'ani Allah yang terzahir pada roh dan lantas menggunakan tujuh anggota untuk menzahirkan sifat-sifat ini.kita sering tertipu dengan bayang-bayang yangg kita lihat sedangkan kita lupa pada yg Empunya bayang-bayang.

"(Pada malam itu) turunlah malaikat dan Ar-Ruh (Jibril) dengan izin Tuhan mereka, kerana membawa segala perkara". Ayat 4.

Hati yang mulia ini akan dipelihara dan dimenangkan Allah. Maka pada pertembungan dangan nafsu dan syaitan maka Allah akan menurunkan malaikat-malaikat untuk memenangkan dan melindungi hati yg suci ini. Hati ini takkan berpaling lagi baik pada pandangan zahir maupun batin. Maka segala urusan akan diatur oleh Allah ke jalanNya.

"Kesejahteraan padanya (malam itu) sampai terbit fajar"

Siang itu umpama pandangan zahir iaitu pandangan mata kerana dengan cahaya kita akan dapat memandang dengan mata. Malam itu umpama pandangan batin iaitu pandangan hati kerana tanpa cahaya kita hanya memandang dengan mata hati. Apabila disatukan siang dan malam maka terbentuklah fajar, baik pagi maupun petang.

Maka seandainya kita menyatukan pandangan zahir dengan pandangan batin, maka akan terpancarlah fajar dalam diri, iaitu cahaya Nur Muhammad, maka bila fajar ini terbit dalam diri, akan selamat dan sejahteralah hati yang suci tersebut. Tiadalah kedamaian yang teragung dalam hidup sebagai hambaNya apabila hati ditenteramkan dan disejahterakan oleh yg Empunya hati. Untuk mencapai kemuliaan hati ini, kita harus terus berjalan dan mencari kaedah-kaedahnya...

Semoga Allah mengizinkan kita untuk menikmati baik “Laylat al Qadr” yg zahir maupun yg batinnya. Yang zahir hanya mungkin akan hadir sekali dalam setahun atau sekali dalam seumur hidup, namun yang batin akan berlaku pada setiap saat dan ketika bila mana ada pertembungan yg disebutkan tadi. InsyaAllah..

Wallahua'lam.

Credit to : Abu Sangkan dan Nur Azam Nurain.


Tambahan :

Apabila sudah mencapai puncak rohaninya, maka dapatlah kita nikmat ketika berpuasa yang terbesar iaitu bertemu dengan Allah.

Sabda Rasulullah SAW  Allah telah berfirman: "Semua amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Ia adalah untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya. Puasa adalah pendinding, dan apabila hari berpuasa seseorang di kalangan kamu, maka janganlah dia bercakap kotor dan janganlah dia menjerit-jerit. Jika seseorang memakinya atau menyerangnya maka hendaklah dia berkata, "aku adalah seorang yang berpuasa". Demi Tuhan Yang nyawa Muhammad di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau kasturi. Untuk orang yang berpuasa 2 kegembiraan yang dia bergembira dengannya: Apabila dia berbuka dia bergembira, dan apabila dia bertemu Tuhannya dia bergembira dengan puasanya". (Hadis Riwayat Imam al-Bukhari)

Alangkah ruginya kita berpuasa tetap terlepas nikmat bertemu dengan Allah. Jika hanya menikmati berbuka puasa, apalah bezanya dengan orang yang berpuasa tetapi menahan lapar dan dahaga?. Marilah kita bersama-sama bermujahadah, mudah-mudahan puasa kita adalah dapat makrifat terhadap-Nya dan bahagia kekal abadi.

No comments:

Post a Comment